Pelayanan Publik Harus Transparan dan Aman

Bisnismetro.id, JAKARTA – Pelayanan publik yang transparan dan aman menjadi sebuah keniscayaan di era digital saat ini. Pasalnya, tujuan dari pelayanan publik secara digital adalah agar lebih cepat, transparan, aman dan berbiaya murah.

Demikian disampaikan anggota Komisi I DPR RI, Hasbi Anshory, dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kemkominfo RI bekerja sama dengan Komisi I DPR RI dengan tema “Transparansi dan Keamanan Layanan Publik Berbasis Aplikasi”, Sabtu (28/5/2022).

“Semua pelayanan publik sekarang sudah melalui digital. Sehingga pelayanan publik harus cepat, transparan dan biaya murah,” kata Hasbi.

Ia menjelaskan, transparansi dalam pelayanan publik merupakan penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka sehingga bisa dilihat oleh masyarakat. Menurutnya, ada tiga indikator dalam transaransi publik, yakni tingkat keterbukaan, transparansi pada peraturan dan prosedur, dan transparansi pelayanan melalui kemudahan dalam memperoleh informasi.

“Jadi kalau kita menggunakan aplikasi maka harus transparan. Kalau tidak transparan ya tidak jalan,” ujar Hasbi.

Hasbi melanjutkan, keamanan pelayanan publik semakin dibutuhkan karena maraknya kejahatan digital yang terus mengancam. Pihaknya, kata dia, juga bersama Kominfo dan Komisi I sedang membahas RUU PDP.

“Jadi negara akan hadir untuk melindungi data pribadi semua warga negara,” lanjutnya.

Hasbi menilai, masyarakat digital membutuhkan respons yang cepat dalam hal pelayanan. Sehingga, transparansi digital menjadi sebuah adaptasi yang terus dipercepat dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang cepat, mudah dan terukur kepada masyarakat.

“Pemerintah menyadari pelayanan publik tidak hanya melalui perspektif birokrasi, tapi juga masyarakat. Negara harus hadir untuk menjaga keamanan data warganya,” ungkapnya.

Narasumber lainnya, Dosen Sistem Informasi UIN Jambi, Ade Novia Maulana, mengatakan, setiap aktivitas di dunia digital saat ini memerlukan data pribadi. Sehingga, menurutnya, transparansi dan keamanan sangat dibutuhkan bagi masyarakat.

“Catatan dari Badan Siber dan Sandi Negara ada 771 juta anomali trafict atau serangan siber. Jadi ada banyak yang menjadi pemicu kebocoran data,” katanya.

Ade juga mengingatkan pentingnya literasi keamanan digital. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan agar korban kejahatan digital tidak terus bertambah.

“Ganti password secara berkala, jangan klik link yang tidak jelas, jangan menunjukkan data pribadi kita secara umum,” tandasnya.(***)