Bisnis Metro,TANGERANG SELATAN- Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Tangsel Wahyunoto Lukman telah ditahan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Dia berperan sebagai aktor intelektual terlibat kasus korupsi dana pengelolaan sampah tahun 2024 sebesar Rp25 miliar.
Selain Wahyunoto, penyidik juga menahan Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan TB Apriliandhi Kusumah Perbangsa serta seorang pejabat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Zeky Yamani. Zeky sebelumnya bertugas pada Bidang Pengangkutan Sampah Dinas LH Tangsel.
Sementara, pada pihak swasta penyidik juga telah lebih awal menahan seorang tersangka yakni Direktur PT EPP bernama Syukron Yuliadi Mufti. Dia bersekongkol dengan Kadis Wahyunoto dalam korupsi anggaran pengelolaan sampah.
Kepala Seksi (Kasi) Penerangan dan Hukum (Penkum) Kejati Banten, Rangga Adekresna, menerangkan, dalam kasus ini pihaknya juga telah menyita aset dari Kadis LH Wahyunoto Lukman berupa aset di daerah Rumpin, Kabupaten Bogor.
“Satu bidang tanah seluas 4.462 meter persegi yang berlokasi di Desa/Kelurahan Cibodas Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 573 atas nama Wahyunoto Lukman,” ungkap Rangga, Sabtu (26/04/2025).
Penyidik, kata dia, juga melakukan penyitaan beberapa aset dari PT EPP berupa 3 BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) sepeda motor dan 1 BPKB mobil Ford. Dia pun membenarkan jika sementara ini aset yang disita baru dari 2 pihak tersebut, sedang aset tersangka lainnya masih dalam penelusuran.
“Betul,” singkatnya.
Dalam kasus korupsi ini, Kadis LH Tangsel disebut berperan sebagai Intelektual Dader atau aktor intelektual. Sejumlah pertemuan dibuatnya dengan pemenang proyek PT EPP, termasuk menempatkan penjaga kebun pribadi berinisial S sebagai Direktur Operasional pada perusahaan pengelola sampah.
Kasus korupsi ini terjadi pada jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah tahun anggaran 2024. Nilai kontrak anggarannya total mencapai sekira Rp75,9 miliar.
Dari total nilai kontrak itu, biaya jasa layanan pengangkutan sampah sebesar Rp50,7 miliar dan jasa layanan pengelolaan sampah sebesar Rp25,2 miliar. Seluruhnya dikerjakan PT EPP.
Dari hasil pemeriksaan, penyidik mendapati temuan bahwa sebelum pelaksanaan proses pemilihan penyedia, telah terjadi persekongkolan antara pihak pemberi pekerjaan dengan pihak penyedia barang dan jasa.
Penyidik juga menilai jika PT. EPP tidak melaksanakan item pekerjaan dalam kontrak berupa pengelolaan sampah karena tak memiliki fasilitas, kapasitas dan/atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pengelolaan.(SG)***