Mahfuz Sidik: Pasca Trump Terpilih, Kita Tidak Ingin Kawasan Asia Pasifik Jadi ‘Hotspot’, Medan Tempur Baru

Bisnismetro.id, JAKARTA- Ketua Komisi I DPR 2005-2010 Mahfuz Sidik meminta Presiden Prabowo Subianto mengantisipasi dampak dari kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) terhadap keamanan kawasan Asia Pasifik.

Hal ini perlu dilakukan usai Trump diprediksi menang telak dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS pada Selasa 5 November 2024, mengalahkan calon presiden Kamala Harris.

Sebab, Trump punya keinginan kuat ingin melemahkan China, tidak hanya sekedar perang dagang antara AS-China atau hubungan bilateral kedua negara saja.

“Sehingga tidak bisa dipahami hanya sebatas konflik bilateral antar dua negara antara Amerika dengan China saja, tapi ada pola-pola konflik lain yang sangat mungkin digunakan untuk melemahkan China,” kata Mahfuz Sidik dalam Gelora Talks, Rabu (6/11/2024) sore.

Dalam diskusi dengan tema ‘Harris Vs Trump, Seberapa Penting Pilpres Amerika Bagi Indonesia?’ itu, Mahfuz Sidik menilai Indonesia akan terdampak secara langsung dari konflik bilateral antara Amerika-China tersebut.

“Kalau Amerika ingin melemahkan China, maka pihak-pihak yang ikut membesarkan China atau berafiliasi dengan China juga akan terdampak seperti Indonesia yang dipersepsikan dalam investasinya lebih condong ke China,” katanya.

Mahfuz berpandangan, ketegangan di kawasan Asia Pasifik bisa saja menunjukkan peningkatan ekskalasinya pasca Donald Trump terpilih sebagai Presiden AS dengan munculnya titik ‘hotspot baru’ perang di kawasan Asia Pasifik.

“Kita tidak ingin kawasan Asia Pasifik menjadi hotspot baru, medan tempur baru negara adidaya. Ketegangan domestik ini, tentu saja akan menyulitkan Indonesia ke depannya. Nah, ini yang memang perlu kita antisipasi agar Indonesia tidak menjadi collateral damage,” tegasnya.

Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini menambahkan, kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS juga membawa konsekuensi bagi penyelesaian konflik di Timur Tengah, terutama kelanjutan kemerdekaan Palestina.

Apalagi masyarakat muslim di AS, terutama dari etnis Arab secara terang-terangan telah memberikan suaranya ke Kamala Harris dan mendukung negara Palestina, sementara Donald Trump cenderung membela Israel.

“Kita memang harus mampu merespon situasi ini, dengan memperkuat pola kerjasama dengan tidak bersandar pada satu kerjasama, harus banyak alternatif. Kita mengapresiasi Presiden Prabowo sudah mulai melakukan gebrakan. Langkah diplomasinya diberbagai forum, mudah-mudahan dapat mempercepat kemerdekaan Palestina,” tandasnya.

 

*Jadikan Solusi*

Sementara itu, diplomat senior Prof Imron Cotan mengatakan, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS harus diterima semua negara di dunia, termasuk Indonesia.

Indonesia harus percaya diri dalam menghadapi pemerintahan Donald Trump, meski akan mengalami sedikit kesulitan dalam pola hubungan kedua negara.

“KIta harus percaya diri menghadapi pemerintahan Trump, bagaimana keputusan politik luar negeri kita bisa diterima Amerika Serikat, terutama di kawasan kita, ASEAN,” kata Imron Cotan.

Imron berharap terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS hendaknya menjadi solusi dan mementum bagi Indonesia untuk meningkatkan perannya di tingkat global sebagai middle power.

Karena AS diprediksi akan kembali menghadapi situasi pembelahan di masyarakatnya pasca Trump terpilih, sehingga fokus perhatian kebijakan politik luar negerinya akan terpecah.

“Jadi bagi Indonesia, terpilihnya Trump harus dipandang bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah,” kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Australia tahun 2003-2005 dan Tiongkok tahun 2010-2013 ini.

Sebagai negara middle power, menurut dia, Indonesia bebas memberikan masukan atau menjalin kerjasama dengan berbagai negara di berbagai forum.

“Secara umum, Indonesia harus fokus untuk meningkatkan daya tawar di tingkat global, salah satu forum yang bisa digunakan adalah BRICS,” katanya.

Dengan kekuatan sebagai negara middle power itu, Presiden Prabowo bisa mendorong penyelesaian konflik di Timur Tengah, serta mewujudkan negara Palestina, karena Donald Trump hanya berkomitmen untuk mengakhiri perang antara Rusia-Ukraina saja.

Sedangkan Aktivis Demokrasi di Amerika Serikat dan Anggota Dewan Kota 2002 & 2008 Chris Komari mengingatkan, Donald Trump adalah adalah sosok Presiden AS yang dikenal nekat.

“Trump menjadi Presiden Amerika pertama yang melakukan perang dagang dengan China memberikan kenaikan tarif yang luar biasa sampai 500 billion dollar,” kata Chris Komari.

Chris menilai China tidak fair dalam melakukan perdagangan dengan berbagai negara, termasuk dengan Amerika. Hal ini, menurut Trump, perlu dilakukan perlindungan untuk melindungi bisnis di Amerika.

“Karena itu, terpilihnya Trump ini, saya tidak ingin mengatakan sebagai kabar buruk. Tetapi menurut jenderal di Pentagon, Donald Trump ini orangnya suka nekat. Mudah-mudahan tidak terjadi Perang Dunia III,” tandasnya.

Sebab, selain memerangi China, Trump juga mendukung penyerangan terhadap Iran, serta mendukung semua kebijakan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu di Timur Tengah.

“Saya mengkhawatirkan soal Palestina, kalau Ukraina sesuai janji Trump akan diselesaikan. Mudah-mudahan antara senat dan legislatif, bisa balance kekuatannya, sehingga ada kontrol. Putusan pengadilan saja sudah membuktikan Trump bersalah atas 34 dakwaan kejahatan, tidak bisa berbuat apa-apa,” pungkasnya.(Red)***