Menyelamatkan Sejarah Tertulis Dalam Pelestarian Naskah Kuno

Bisnismetro.id, JAKARTA – Naskah kuno di Indonesia belum sepenuhnya mendapat perhatian. Hal ini terlihat dari banyak naskah kuno yang dibiarkan termakan usia, rapuh, bahkan hancur tanpa ada pihak yang merawat dan melestarikan agar terjaga keberlangsungannya.

Padahal, naskah kuno merupakan aset intelektual yang sangat berharga dengan berbagai macam aksara dan bahasa. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Perpustakaan dan Jasa Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) Mariana Ginting menyampaikan Perpusnas adalah salah satu lembaga yang peduli pada pelestarian naskah kuno.

Selama tahun 2024, Perpusnas telah melakukan pelestarian naskah kuno di 14 kabupaten/kota yang ada di 11 provinsi di Indonesia. Naskah kuno di daerah yang dilestarikan sebanyak 763 eksemplar judul.

“Pelestarian mencerminkan komitmen kami sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menjaga warisan literasi bangsa,” ucapnya dalam Ekspose Hasil Pelestarian Naskah Kuno Tahun 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).

Dia menambahkan bahwa pelestarian naskah kuno bukan sekadar usaha menjaga dokumen, melainkan upaya mempertahankan jejak sejarah, pengetahuan, dan peradaban yang membentuk bangsa.

“Naskah kuno merupakan cerminan dari identitas dan kearifan lokal yang harus terus dijaga dari ancaman kepunahan,” ungkapnya.

Dia berharap kegiatan ini mampu menularkan semangat kolaborasi, penelitian, dan inovasi dalam mempercepat proses pelestarian naskah kuno demi memperkuat identitas budaya bangsa.

Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Didik Darmanto berharap agar tahun depan pelaksanaan ekspose tidak hanya tentang upaya pelestarian naskah kuno, melainkan juga mengangkat subtansi yang terkandung di dalamnya kepada masyarakat.

“Tahun depan saya harap kegiatan ekspose ini bukan hanya menceritakan tentang pelestarian tapi juga membuat animasi dari naskah, sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran oleh siswa dan siswi. Upaya ini perlu untuk terus kita dorong agar manfaatnya bisa sampai kepada masyarakat,” harapnya.

Selain itu, dia menegaskan ekosistem pemeliharaan dan pelestarian naskah kuno tidak dapat dibangun sendiri, namun perlu melibatkan banyak pihak. Untuk itu, pemerintah membutuhkan dukungan dari akademisi dan perguruan tinggi, media massa, keluarga, dan masyarakat, serta pihak swasta.

Sementara itu, Plt. Kepala Pusat Preservasi dan Alih Media Bahan Perpustakaan Perpusnas Made Ayu Wirayati menerangkan bahwa Peraturan Perpusnas Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pelestarian Naskah Kuno dimaksudkan menjadi pedoman bagi Perpusnas, perpustakaan provinsi, kabupaten/kota, dan pemilik naskah kuno.

“Peraturan tersebut berisi tentang penyelenggaraan, penyelenggara, sistem informasi, koordinasi dan kerja sama, pelaporan kegiatan pelestarian naskah kuno di Indonesia, pendayagunaan naskah kuno yang sudah dialih media, serta pendanaan,” terangnya.

Dia menjelaskan, proses penentuan 11 provinsi yang menjadi lokus pelestarian naskah kuno tahun ini, didasari oleh pengarusutamaan naskah kuno Nusantara sebagai ingatan kolektif nasional, pemenang penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka, dan surat permohonan bantuan pelestarian.

“Sebelas provinsi yang dilestarikan koleksi naskah kunonya yakni Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Banten, D. I. Yogyakarta, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, dan Jawa Tengah,” urainya.

Tindakan pelestarian naskah kuno yang dilakukan yakni konservasi, pembersihan, pembuatan sarana penyimpanan, jilid ulang, hingga alih media. Selain itu, tim pelestarian Perpusnas juga memberikan bimbingan teknis preservasi naskah kuno kepada instansi terkait yang ada di lokus tujuan. Ditambahkan bahwa naskah yang sudah dilestarikan dapat diakses melalui portal Perpusnas, khastara.perpusnas.go.id.

Pendiri Komunitas Jangongan Naskah (Jangkah) Nusantara, Muhammad Bagus Febriyanto, komunitasnya berdiri sejak September 2018. Komunitas ini memiliki moto Tri Laku Jangkah yaitu Hamuryani, Hangreksa, dan Hangluhurake.

“Memastikan bahwa naskah kuno tidak hanya terjaga fisiknya, tetapi juga tetap relevan sebagai sumber pengetahuan, inspirasi, dan identitas bangsa. Pendekatan ini mencakup aspek fisik, intelektual, dan kultural,” jelasnya.

Hamuryani dilakukan dengan merawat naskah, hangreksa dilakukan di antaranya dengan digitalisasi naskah dan pembuatan boks bebas asam, serta hangluhurake dilakukan dengan melakukan kajian ilmiah dan publikasi dan bersinergi.(Tha)***