Amerika Serikat (AS) menyoroti penerapan QRIS dan GPN yang dinilai merugikan negaranya dalam negosiasi terkait kebijakan tarif Trump.
Bisnismetro.id, JAKARTA — Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti penerapan Quick Response Code Indonesian Standard alias QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional/GPN sedikit banyak merugikan negaranya.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk sektor keuangan tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan Bank Indonesia terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (18/4/2025).
Meski demikian, dirinya belum menjelaskan secara detail hal apa yang akan dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghadapi tarif Trump.
Airlangga bersama Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu baru saja melakukan pertemuan dengan US Trade Representative (USTR) maupun US Secretary of Commerce pada Kamis (17/4/2025) waktu setempat.
Dalam pertemuan tersebut membahas opsi yang ada terkait kerja sama bilateral antara Indonesia dan AS, dengan prinsip adil dan imbang.
Hanya beberapa hari sebelum Trump mengumumkan tarif resiprokal. “Yaitu terkait beberapa PBI [Peraturan Bank Indonesia] mengenai Penyelenggara Sistem Pembayaran dan Infrastruktur Pembayaran. Juga terkait National Payment Gateway [GPN] dan Penggunaan QRIS,” ujar Susi kepada Bisnis, Jumat (18/4/2025).
Sebagaimana diketahui, Indonesia mendorong penggunaan QRIS baik di dalam negeri maupun di luar negeri dengan penggunaan mata uang lokal. Menelisik dokumen NTE, nyatanya USTR lebih banyak menyoroti peraturan BI ketimbang OJK.
Misalnya, berdasarkan Peraturan BI No. 21/2019, Indonesia QRIS untuk semua pembayaran yang menggunakan kode QR di Indonesia. Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia pembayaran dan bank, menyatakan keprihatinan bahwa selama proses pembuatan kebijakan ini, para pemangku kepentingan internasional tidak diberitahu tentang sifat dari potensi perubahan atau diberi kesempatan untuk menjelaskan pandangan mereka tentang sistem semacam itu, termasuk bagaimana sistem tersebut dapat dirancang untuk berinteraksi dengan sistem pembayaran yang ada. Sementara pada Mei 2023, BI mengamanatkan agar kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN dan mewajibkan penggunaan dan penerbitan kartu kredit pemerintah daerah.
“Perusahaan-perusahaan pembayaran AS khawatir bahwa kebijakan baru ini akan membatasi akses terhadap penggunaan opsi pembayaran elektronik AS,” tulis USTR dalam dokumen NTE. Adapun, proses negosiasi tarif masih akan berlangsung dalam 60 hari ke depan atau hingga Juni 2025. Termasuk kesepakatan apa saja yang nantinya akan tercapai bagi kedua negara. ***
Sumber: bisnis.com