Bisnismetro.id, JAKARTA – TRANSFORMASI digital telah menjadi elemen kunci dalam pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. Di sektor pariwisata, digitalisasi membuka peluang besar untuk meningkatkan daya saing destinasi, memperluas akses pasar, memperkuat ekonomi lokal, dan mengurangi kesenjangan wilayah. Namun, hingga saat ini, pemanfaatan teknologi digital di sektor pariwisata masih menghadapi tantangan besar, mulai dari ketimpangan infrastruktur, keterbatasan literasi digital pelaku usaha, hingga lemahnya sinergi kebijakan lintas pemerintah.
Policy brief ini merekomendasikan strategi nasional percepatan transformasi digital pariwisata sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sektor pariwisata Indonesia menunjukkan tren pemulihan yang
signifikan.
Pada kuartal pertama 2024,
kunjungan wisatawan mancanegara
mencapai 94% dari angka tahun 2019, dengan India dan Malaysia sebagai dua negara dengan pertumbuhan tertinggi. Di sisi domestik, kegiatan perjalanan wisata nusantara mengalami lonjakan permintaan hingga 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Kementerian PUPR
mengalokasikan lebih dari Rp20 triliun untuk pembangunan infrastruktur pariwisata hingga 2025.
Kontribusi pariwisata terhadap tenaga kerja nasional juga signifikan, yaitu sekitar 22 juta orang, baik formal maupun informal, menunjukkan besarnya multiplier effect sektor ini terhadap ekonomi lokal dan nasional. Indonesia memiliki potensi pariwisata luar biasa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun sektor ini sangat rentan terhadap guncangan global, seperti yang terlihat selama pandemi.
Untuk menjaga ketahanan dan meningkatkan daya saing, dibutuhkan pendekatan baru yang adaptif dan inovatif digitalisasi. Penggunaan teknologi dalam promosi, transaksi, hingga pengalaman wisata telah menjadi kebutuhan yang tak terelakkan
Akses Digital
Berdasarkan data dari Kemenparekraf dan media pariwisata nasional, lebih dari 60% pelaku UMKM di sektor pariwisata belum memiliki akses digital atau sistem pemesanan daring. Sekitar 70% destinasi wisata unggulan di Indonesia juga belum terhubung dengan platform digital nasional.
Kesenjangan ini diperburuk oleh rendahnya penetrasi internet di daerah 3T dan minimnya pelatihan literasi digital di kalangan pelaku usaha lokal. Di sisi lain, tingkat pemesanan wisata melalui Online Travel Agent (OTA) meningkat tajam pasca pandemi, dengan pertumbuhan hingga 30% per tahun. Ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk mengintegrasikan teknologi dalam seluruh rantai nilai sektor pariwisata.
Permasalahan dan Peluang
Meskipun potensi pariwisata Indonesia sangat besar, pemanfaatan teknologi digital masih belum merata. Sebagian besar pelaku UMKM pariwisata belum memiliki kapasitas digital memadai. Masalah lainnya meliputi keterbatasan infrastruktur digital, rendahnya literasi teknologi di daerah, dan kurangnya integrasi data antar pemangku kepentingan. Namun di sisi lain, peluang juga terbuka lebar dengan tingginya penggunaan internet, tren wisata berbasis pengalaman, dan kesadaran konsumen terhadap keberlanjutan.
Salah satu inisiatif utama pemerintah
dalam memperkuat sektor pariwisata
adalah peluncuran program Bangga
Berwisata di Indonesia (BBWI), yang
bertujuan untuk meningkatkan
pergerakan wisatawan domestik hingga
mencapai 1,2 miliar perjalanan per tahun. Melalui kampanye ini, masyarakat diajak untuk memilih destinasi wisata dalam negeri ketimbang luar negeri, sekaligus menghidupkan kembali ekonomi lokal.
Kemenparekraf juga mendorong instansi pemerintah dan swasta untuk menggelar kegiatan dinas atau MICE di destinasi domestik. Hasilnya, okupansi hotel dan tingkat kunjungan wisatawan lokal di berbagai daerah meningkat secara signifikan.
Analisis Strategi Nasional
1. Menyusun Strategi Nasional Digitalisasi Pariwisata berbasis roadmap terukur lintas sektor;
2. Mendorong pembangunan infrastruktur digital di destinasi wisata prioritas melalui kemitraan publik-swasta;
3. Memberikan insentif fiskal dan
inkubasi teknologi untuk startup dan
UMKM digital pariwisata;
4. Meningkatkan literasi digital melalui
pelatihan reguler bagi pelaku lokal;
5. Mengembangkan super platform nasional pariwisata terintegrasi
dengan data statistik, reservasi, dan
ulasan konsumen;
6. Memperkuat kolaborasi antarwilayah
untuk menciptakan paket wisata
lintas daerah berbasis digital;
7. Menetapkan sistem evaluasi kinerja
transformasi digital pariwisata di
tingkat pusat dan daerah.
Berbagai daerah di Indonesia telah
menunjukkan praktik baik dalam
penerapan digitalisasi pariwisata yang
tidak hanya menjawab persoalan lokal,
tetapi juga memiliki potensi untuk
direplikasi secara nasional. Praktik-praktik ini memperlihatkan bagaimana
pendekatan kolaboratif antara
pemerintah, komunitas lokal, dan
pemangku kepentingan lainnya dapat
mendorong pertumbuhan sektor
pariwisata berbasis teknologi. Selain itu, pemerintah juga menetapkan lima Destinasi Super Prioritas (DSP)
sebagai bagian dari strategi jangka panjang untuk mendiversifikasi pariwisata nasional.
Kelima DSP tersebut meliputi Danau
Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. DSP dipilih berdasarkan potensi pariwisata yang tinggi namun masih kurang berkembang. Melalui investasi infrastruktur, promosi, dan digitalisasi, destinasi ini diarahkan menjadi ‘Bali Baru’ yang mampu menarik wisatawan mancanegara sekaligus memberdayakan ekonomi lokal. Contohnya, Labuan Bajo telah menjadi tuan rumah KTT ASEAN 2023 dan Mandalika sukses menyelenggarakan MotoGP.
Kehadiran program-program
strategis ini menjadi fondasi penting
untuk menyatukan berbagai elemen
ekosistem pariwisata dalam kerangka
transformasi digital nasional.
Studi Kasus dan Praktek Baik
Desa Wisata Nglanggeran di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi
salah satu contoh keberhasilan integrasi
teknologi dalam pengelolaan pariwisata. Melalui pengembangan sistem reservasi
daring, promosi digital melalui media
sosial, serta manajemen data pengunjung yang terstruktur, desa ini berhasil mencatatkan peningkatan kunjungan wisatawan hingga 30% pasca pandemi COVID-19 (Kemenparekraf, 2022). Penerapan digitalisasi ini turut mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, di mana masyarakat desa memperoleh manfaat melalui penyediaan jasa homestay, kuliner lokal, dan layanan pemandu wisata.
Namun demikian, pelaku usaha pariwisata masih belum familiar dengan platform reservasi daring, pemasaran digital, maupun metode pembayaran non-tunai. Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Daerah NTT bersama pemangku kepentingan lokal telah menginisiasi berbagai program pelatihan berbasis komunitas.
Di Kabupaten Sikka, pelatihan digitalisasi UMKM pariwisata yang melibatkan lebih dari 180 pelaku usaha mencakup pembuatan akun marketplace, pengelolaan konten promosi, dan pelatihan keamanan digital (Disparbud NTT, 2024). Hasil dari program ini menunjukkan peningkatan partisipasi UMKM dalam platform digital, pertumbuhan jumlah kunjungan wisata berbasis komunitas, serta meningkatnya volume transaksi digital di sektor informal.
Studi kasus dari Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) memperkaya pemahaman
tentang tantangan dan peluang digitalisasi pariwisata di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Labuan Bajo sebagai Destinasi Super Prioritas (DSP) mencatatkan peningkatan wisatawan mancanegara sebesar 34,94% pada tahun 2023 (BPS NTT, 2024), yang sebagian besar didorong oleh penyelenggaraan pertemuan internasional seperti KTT ASEAN dan peningkatan infrastruktur.
Namun demikian, tantangan digitalisasi
tetap signifikan di daerah-daerah sekitar
Labuan Bajo seperti Kabupaten Sikka
dan Ende, di mana sebagian besar studi-studi kasus ini menunjukkan bahwa keberhasilan digitalisasi pariwisata ditentukan oleh sinergi antara kebijakan publik, partisipasi masyarakat lokal, dan dukungan infrastruktur serta teknologi yang memadai. Pemerintah memiliki
peran strategis sebagai regulator dan
fasilitator, sementara komunitas lokal
bertindak sebagai penggerak utama
dalam implementasi program. Pihak swasta dan penyedia teknologi berkontribusi sebagai katalis dalam
menciptakan ekosistem digital yang
inklusif.
Sementara itu, Desa Panglipuran di Provinsi Bali menunjukkan bahwa
pelestarian budaya dan adopsi teknologi
dapat berjalan beriringan. Pemanfaatan
media sosial untuk branding destinasi,
penggunaan sistem pembayaran digital
lokal, serta pelatihan literasi digital
kepada generasi muda telah membawa
dampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan desa. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Panglipuran berhasil menggandakan pendapatan sektor wisata serta memperoleh pengakuan internasional sebagai salah satu desa terbersih di dunia (UNWTO, 2022).
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi
jangka panjang yang mencakup pelatihan berkelanjutan, pemberian insentif kepada desa wisata digital, serta pengembangan platform nasional yang terintegrasi untuk pemasaran dan reservasi destinasi hasil analisis dan studi kasus praktik baik di berbagai daerah.
Berikut adalah tujuh rekomendasi berdasarkan kebijakan nasional yang dapat dipertimbangkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta
kementerian/lembaga terkait:
Insentif Fiskal dan Inkubasi Teknologi Untuk Startup dan UMKM
Pemerintah perlu memberikan insentif
fiskal dan program inkubasi teknologi
untuk mendorong startup dan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
pariwisata dalam mengadopsi
teknologi digital. Skema ini dapat
berupa keringanan pajak, dukungan
pemasaran digital, beserta pembentukan ekosistem kolaborasi dengan universitas dan platform digital.
Literasi Digital bagi Pelaku Wisata
Lokal dan ASN Daerah
Perlu diselenggarakan pelatihan dan
sertifikasi literasi digital secara reguler
untuk pelaku wisata, termasuk
pengelola desa wisata, UMKM, dan
Aparatur Sipil Negara (ASN) di dinas
pariwisata daerah. Pelatihan dapat
diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (BPSDM), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pariwisata, dan Balai Latihan Kerja (BLK).
Pengembangan Super Platform Nasional Pariwisata
Super Platform Nasional harus mencakup informasi destinasi, sistem
reservasi daring, sistem pembayaran
elektronik, ulasan wisatawan, serta
integrasi data statistik dari Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Kemenparekraf. Platform ini bersifat terbuka bagi pelaku lokal dan dirancang untuk saling melengkapi dengan Online Travel Agent (OTA) yang sudah ada.
Pengembangan Strategi Nasional Digitalisasi Pariwisata Berbasis Roadmap Lintas Sektor
Pemerintah pusat perlu menyusun strategi nasional yang melibatkan lintas kementerian/lembaga, termasuk Kemenparekraf, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Roadmap ini harus mencakup tahapan transformasi digital destinasi wisata, target indikator digitalisasi, serta strategi kolaboratif dengan sektor swasta dan komunitas lokal.
Pembangunan Infrastruktur Digital
Melalui Kemitraan Publik-Swasta
Pembangunan infrastruktur jaringan
internet di destinasi wisata prioritas,
terutama di wilayah tertinggal,
terdepan, dan terluar (3T), perlu
dipercepat melalui skema kemitraan
publik-swasta (Public-Private Partnership/PPP). Kementerian Kominfo melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dapat menjadi pelaksana utama dengan dukungan BUMN dan penyedia layanan teknologi.
Kolaborasi Antarwilayah untuk Paket
Wisata Lintas Daerah
Kemenparekraf dan Kemendagri perlu mendorong kolaborasi antar kabupaten/kota dalam pengembangan paket wisata lintas daerah yang terintegrasi secara digital. Hal ini dapat meningkatkan durasi tinggal wisatawan dan memperluas manfaat ekonomi secara regional.
Sistem Evaluasi dan Dashboard Kinerja
Transformasi Digital Pariwisata
Perlu dikembangkan dashboard
nasional untuk memantau indikator
transformasi digital pariwisata seperti jumlah destinasi digital, volume transaksi digital wisata, dan keterlibatan UMKM digital. Sistem evaluasi ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan berbasis data di tingkat pusat dan daerah.
Strategi Nasional Digitalisasi Pariwisata
Transformasi digital di sektor pariwisata
bukan lagi pilihan, melainkan sebuah
keharusan strategis untuk menjawab
tantangan era disrupsi dan globalisasi.
Indonesia memiliki kekayaan destinasi
yang luar biasa, namun tanpa digitalisasi yang terstruktur dan inklusif, potensi tersebut akan sulit terakselerasi secara optimal.
Oleh karena itu, strategi nasional digitalisasi pariwisata menjadi
kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan melalui sinergi antara Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta komunitas lokal. Dengan menyusun roadmap digitalisasi pariwisata nasional, memperkuat infrastruktur digital, memberikan insentif bagi inovasi lokal, serta membangun platform digital yang inklusif, Indonesia dapat mempercepat pemulihan dan pertumbuhan sektor pariwisata. Langkah ini bukan hanya akan meningkatkan daya saing destinasi wisata nasional di kancah global, tetapi juga memastikan distribusi manfaat ekonomi yang lebih adil bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri.
Digitalisasi pariwisata adalah jembatan
menuju pariwisata masa depan yang lebih cerdas, tangguh, dan berkelanjutan. Saatnya pemerintah bertindak sebagai orkestrator transformasi ini demi terwujudnya ekonomi Indonesia yang berdaya saing dan berkeadilan menuju Indonesia Maju.