Upaya KEMENPANRB Remajakan Aturan Pelayanan Publik

Nasional362 Dilihat

Bisnis Metro,JAKARTA– Selama tiga belas tahun, pelayanan publik di Indonesia diatur lewat Undang-Undang (UU) No. 25/2009. Aturan yang lahir untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik ini memerlukan peremajaan agar mampu menjawab tantangan dan perkembangan zaman.

Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa menjelaskan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik merupakan bentuk respon pemerintah terhadap transformasi dan kompleksitas pembangunan yang terjadi 10 tahun pasca reformasi. Fakta ini menunjukan urgensi peremajaan aturan pelayanan publik tidak terelakkan.

“Setelah lebih dari tiga belas tahun undang-undang ini disahkan, perlu kiranya peraturan tersebut diperbaharui agar tetap dapat berdayaguna dan efektif, terlebih dengan masifnya pelayanan publik dalam bentuk digital dan transformasi digital,” ujarnya saat membuka Seminar Nasional Perubahan UU Pelayanan Publik, di Jakarta, Jumat (09/12).

Proses pemutakhiran aturan tentang pelayanan publik ini melibatkan banyak pihak. Sejumlah lembaga pemerintah seperti Ombudsman RI, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Kementerian PANRB, hingga akademisi telah berdiskusi dan memberikan sejumlah catatan serta masukan terhadap perubahan undang-undang ini agar dapat sejalan dengan dinamika zaman.

Pada 2021, penyempurnaan UU Pelayanan Publik telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) atas inisiasi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Namun, rancangan UU ini belum dapat dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sehingga progesnya belum nyata.

Anggota DPD RI Dendikenita Putri Br. Sitepu yang hadir sebagai narasumber menekankan poin-poin apa saja yang seyogianya tercantum pada UU Pelayanan Publik yang baru. Poin-poin tersebut modernisasi pelayanan publik melalui pelayanan publik berbasis elektronik; perlindungan kepada kelompok rentan dalam bentuk pelayanan dengan perlakuan khusus yang lebih tegas pengaturannya; perluasan kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik; perluasan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan penguatan pada evaluasi kinerja pelayanan publik, termasuk penghargaan dan disinsentif atas hasil evaluasi kinerja.

“Dengan adanya RUU tentang Perubahan atas Undang-undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, diharapkan pelayanan publik di Indonesia akan menjadi lebih modern, inklusif, kolaboratif, dan akuntabel,” ungkapnya.

Seminar Nasional diisi dengan diskusi yang terdiri atas dua sesi, menghadirkan perwakilan dari unsur legislatif, unsur eksekutif, akademisi, dunia usaha, masyarakat, media, serta unsur pengawas di luar pemerintah sebagai pembicara. Sesi pertama menghadirkan empat narasumber, yaitu Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa; Sekretaris Eksekutif Tim Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional Eko Prasojo; Anggota DPD RI Dendikenita Putri Br. Sitepu; dan Anggota Pimpinan Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng. Diskusi sesi pertama dimoderatori oleh Staf Ahli Menteri PANRB Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Jufri Rahman.

Sementara, sesi kedua kegiatan ini dimoderatori oleh Staf Ahli Menteri PANRB Bidang Politik dan Hukum Muhammad Imanuddin dan menghadirkan enam narasumber. Narasumber sesi kedua adalah Wakil Ketua Komite Tetap Kekayaan HAKI Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Diana R.W. Napitupulu; Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman; Anggota DPR RI Yanuar Prihatin; Kepala Biro Hukum dan HAM Provinsi Jawa Barat; Kepala Bagian Tata Laksana Kementerian Dalam Negeri Rina Syarini; serta Peneliti Utama Litbang Kompas Bambang Setiawan.

Penyelenggaraan Seminar Nasional Perubahan UU Pelayanan Publik merupakan upaya untuk mendapat masukan dari pentahelix yang hadir sebagai narasumber. Harapannya akan segera ada aksi nyata mewujudkan perubahan UU Pelayanan Publik.
sumber: Hms KemenPANRB