Pungli ASN Kelurahan  di Tangsel saat Pengukuran Lahan, BPN Minta Waspadai Produk PBT Palsu

Peristiwa130 Dilihat

Bisnis Metro,TANGERANG SELATAN- Badan Pertanahan Nasional (BPN) buka suara atas kasus Pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum ASN Kelurahan Bakti Jaya, Setu, Tangerang Selatan (Tangsel).

Oknum ASN berinisial MD itu menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan. Dia meminta uang sebesar Rp15 juta dari salah satu warga berinisial DH sebagai syarat mengurus Pemetaan Bidang Tanah (PBT) di wilayah Bakti Jaya.

Korban telah membayar lunas permintaan itu melalui transfer langsung ke rekening MD Rp10 juta. Sedang sisanya dibayar tunai. MD berdalih, uang tersebut akan disetor ke sejumlah pihak, termasuk petugas ukur BPN.

BPN pun memberi tanggapan soal klaim pengurusan PBT sebagaimana disampaikan MD. Kepala Seksi Survei dan Pemetaan BPN Tangsel, Andika Arya Darma, meragukan bahwa pengukuran itu dilakukan oleh petugas ukur resmi BPN.

“Jadi surat tugasnya dulu keluar, berkasnya dulu ada, baru boleh melaksanakan pengukuran, gitu ya. Itu yang mesti digarisbawahi. Kalau dia melaksanakan pengukuran tanpa surat tugas, berarti produknya ilegal,” katanya di Kantor BPN Tangsel, Senin (25/3/2024). 

Menurut Andika, permohonan PBT sendiri diawali dengan pengisian form yang bisa didownload atau diambil langsung ke kantor BPN. Setelah dilengkapi dengan tanda tangan lurah setempat, barulah form diajukan ke loket BPN.

“Permohonan yang ada tanda tangan lurah segala macem itu dilakukan sebelum ada permohonan masuk (PBT). Jadi kan tanda tangan lurah dulu, semuanya udah selesai, tanda tangan batasnya selesai, baru bisa didaftarkan,” paparnya.

Dijelaskan dia, pengukuran PBT bisa dilakukan oleh ASN BPN ataupun lembaga surveyor berlisensi. Bedanya adalah, pengukuran oleh surveyor tersebut dikerjakan mandiri serta dilarang membawa simbol BPN.

“Semua pengukuran yang dilakukan oleh ASN dan surveyor bilamana didaftarkan ke kantor pertanahan harus menggunakan surat tugas. Kecuali bilamana surveyor berlisensi dipakai jasanya untuk melaksanakan pengukuran di luar kewenangan Kantah,” jelasnya.

“Itu sah menurut undang-undang, ada tentang surveyor berlisensi, itu di luar kewenangan kita. Tapi kalau dia ASN, melaksanakan pengukuran tanpa surat tugas itu nggak boleh,” imbuhnya.

Adapun biaya pengukuran oleh petugas ASN dari BPN telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 128 Tahun 2015 tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional.

Dalam Pasal 21 PP No 128 Tahun 2015 disebutkan, biaya pengukuran (PNBP) tidak termasuk biaya transportasi, akomodasi, dan konsumsi. Biaya tersebut dibebankan kepada wajib bayar atau pemohon. 

“Biaya transportasi dan akomodasi ditanggung oleh pemohon. Jadi nanti kalau misal petugas ukurnya datang kesitu kan, misalnya dia nanya pak ganti bensinnya berapa? ininya berapa?, ya itu silahkan. Karena diatur, itu ada pasalnya,” terangnya.

Lebih lanjut, Andika mewanti-wanti masyarakat agar tak salah urus permohonan PBT. Sebab, kata dia, ada pula temuan tentang beredarnya produk PBT palsu. Produk itu sengaja dibuat melalui prosedur berbeda sebagaimana diterapkan BPN.

“Kita nemuin juga nih, ada produk dibilang itu PBT, ini belum lama. Saya lihat ini bukan produk BPN, bisa saya lihat gampang itu. Jadi dibilang itu produk BPN, dikeluarkan oleh seseorang, padahal bukan (palsu). Bisa saya lihat, gampang itu. Nggak (berstempel), cuma ada lambang-lambang BPN nya,” ungkapnya.(bli/sg)